Selasa, 23 Juni 2009

Sumber Daya Insani

A. Pentingnya MSDM
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajemen ini terdiri dari enam unsur (6 M) yaitu: men, money, methode, materials, machines, dan market.
Unsur men (manusia) ini berkembang menjadi suatu bidang ilmu manajemen yang disebut manajemen sumber daya manusia atau disingkat MSDM yang merupakan terjemahan dari man power management.
Persamaan MSDM dengan manajemen personalia adalah keduanya merupakan ilmu yang mengatur unsur manusia dalam suatu organisasi, agar mendukung terwujudnya tujuan.
Perbedaan MSDM dengan manajemen personalia adalah sebagai berikut :
1. MSDM dikaji secara makro, sedangkan manajemen personalia dikaji secara mikro.
2. MSDM menganggap bahwa karyawan adalah kekayaan (asset) utama organisasi, jadi harus dipelihara dengan baik. Manajemen personalia menganggap bahwa karyawan adalah faktor produksi, jadi harus dimanfaatkan secara produktif.
3. MSDM pendekatannya secara modern, sedangkan manajemen personalia pendekatannya secara klasik.
MSDM adalah suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi perusahaan. Unsur MSDM adalah manusia yang merupakan tenaga kerja pada perusahaan. Dengan demikian, fokus yang dipelajari MSDM ini hanyalah masalah yang berhubungan dengan tenaga kerja manusia saja.

B. Peranan MSDM
Peran manajemen SDM dalam menjalankan aspek SDM, harus dengan baik sehingga kebijakan dan praktik dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan perusahaan , yang meliputi kegiatan antara lain :
1. Melakukan analisis jabatan (menetapkan karakteristik pekerjaan masing-masing SDM);
2. Merencanakan kebutuhan tenaga kerja dan merekrut calon pekerja;
3. Menyeleksi calon pekerja;
4. Memberikan pengenalan dan penempatan pada karyawan baru;
5. Menetapkan upah, gaji, dan cara memberikan kompensasi;
6. Memberikan insentif dan kesejahteraan;
7. Melakukan evaluasi kinerja;
8. Mengomunikasikan, memberikan penyuluhan, menegakkan disiplin kerja;
9. Memberikan pendidikan, pelatihan dan pengembangan;
10. Membangun komitmen kerja;
11. Memberikan keselamatan kerja;
12. Memberikan jaminan kesehatan;
13. Menyelesaikan perselisihan perburuhan;
14. Menyelesaikan keluhan dan relationship karyawan.

C. Komponen MSDM
Tenaga kerja manusia pada dasarnya dibedakan atas pengusaha, karyawan, dan pemimpin.
1. Pengusaha
Pengusaha adalah setiap orang yang menginvestasikan modalnya untuk memperolah pendapatan dan besarnya pendapatan itu tidak menentu tergantung pada laba yang dicapai perusahaan tersebut.
2. Karyawan
Karyawan merupakan kekayaan utama suatu perusahaan, karena tanpa keikutsertaan mereka, aktivitas perusahaan tidak akan terjadi. Karyawan berperan aktif dalam menetapkan rencana, sistem, proses, dan tujuan yang ingin dicapai. Lalu siapakah sebenarnya yang disebut karyawan itu?
Karyawan adalah penjual jasa (pikiran dan tenaganya) dan mendapat kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. Mereka wajib dan terikat untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai dengan perjanjian. Posisi karyawan dalam suatu perusahaan dibedakan atas karyawan operasional dan karyawan manajerial (pimpinan).
a. Karyawan Operasional
Karyawan operasional adalah setiap orang yang secara langsung harus mengerjakan sendiri pekerjaannya sesuai dengan perintah atasan.
b. Karyawan Manajerial
Karyawan manajerial adalah setiap orang yang berhak memerintah bawahannya untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dan dikerjakan sesuai dengan perintah. Mereka mencapai tujuannya melalui kegiatan-kegiatan orang lain. Karyawan manajerial ini dibedakan atas manajer lini dan manajer staf.
1) Manajer lini
Manajer lini adalah seorang pemimpin yang mempunyai wewenang lini (line authority), berhak dan bertanggung jawab langsung merealisasi tujuan perusahaan.
2) Manajer staf
Manajer staf adalah pemimpin yang mempunyai wewenang staf (staff authority) yang hanya berhak memberikan saran dan pelayanan untuk memperlancar penyelesaian tugas-tugas manajer lini.

3. Pemimpin atau Manajer
Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan. Kepemimpinan adalah gaya seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif sesuai dengan perintahnya. Asas-asas kepemimpinan adalah bersikap tegas dan rasional, bertindak konsisten dan berlaku adil dan jujur.

D. FUNGSI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Fungsi manajemen sumber daya manusia meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian.
1. Perencanaan
Perencanaan (human resources planning) adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.
3. Pengarahan
Pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik.
4. Pengendalian
Pengendalian (controlling) adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisipinan, perilaku, kerja sama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan perusahaan.
5. Pengadaan
Pengadaan (procurement) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.
6. Pengembangan
Pengembangan (development) adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.

7. Kompensasi
Kompensasi (compensation) adalah pemberian balas jasa langsung(direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.
8. Pengintegrasian
Pengintegrasian (integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam MSDM, karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang.
9. Pemeliharaan
Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi.
10. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial.
11. Pemberhentian
Pemberhentian (separation) adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya. Pelepasan ini diatur oleh Undang-undang No.12 Tahun 1964.
(Fungsi-fungsi MSDM akan diuraikan lebih detail pada pembahasan oleh kelompok pemakalah selanjutnya).

E. Pentingnya Pengadaan
Pengadaan (procurement) adalah fungsi operasional pertama MSDM. Pengadaan karyawan merupakan masalah penting, sulit dan kompleks karena untuk mendapatkan orang-orang yang kompeten, serasi, serta efektif tidaklah semudah membeli dan menempatkan mesin.
Karyawan adalah aset utama perusahaan yang menjadi prencana dan pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. Karyawan yang cakap, mampu dan terampil belum menjamin produktifitas kerja yang baik, kalau moral kerja dan kedisiplinannya rendah. Mereka baru bermafaat dan mendukung terwujudnya tujuan perusahaan jika mereka berkeinginan tinggi untuk berprestasi.
Kualitas dan kuantitas karyawan harus sesuai dangan kebutuhan perusahaan supaya efektif dan efisien menunjang tercapainya tujuan. Penempatan tenaga kerja juga harus tepat sesuai dengan keinginan dan keterampilannya. Pengadaan nkaryawan harus didasarkan pada prinsip apa baru siapa. Apa artinya kita harus terlebih dahulu menetapkan pekerjaan-pekerjaanya berdasarkan uraian pekerjaan (job description). Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang efektif dan efisien membantu tercapainya tujuan perusahaan.

F. Analisis Pekerjaan
Analisis pekerjaan perlu dilakukan agar dapat mendesain organisasi serta menetapkan uraian pekerjaan, dan evaluasi pekerjaan. Analisis pekerjaan adalah menganalisis dan mendesain pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya dan mengapa pekerjaan itu harus dikerjakan.
1. Analisis Pekerjaan
Analisis pekerjaan adalah informasi tertulis mengenai pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan dalam suatu perusahaan agar tujuan tercapai. Manfaat analisis pekerjaan akan memberikan informasi tentang aktivitas pekerjaan, standar pekerjaan, konteks pekerjaan, persyaratan personalia, perilaku manusia dan alat-alat yang akan dipergunakan. Pengertian analisis pekerjaan berbeda dengan studi gerak.
2. Langkah-Langkah Analisis Pekerjaan
• Menentukan penggunaan hasil informasi analisis pekerjaan.
• Mengumpulkan informasi tentang latar belakang.
• Menyeleksi muwakal (orang yang diserahi) jabatan yang akan di analisis.
• Mengumpulkan informasi analisis pekerjaan.
• Meninjau informasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
• Menyusun uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan.
• Meramalkan/memperhitungkan perkembangan perusahaan.

3. Penggunaan Informasi Analisis Pekerjaan
a. Perekrutan dan seleksi
b. Kompensasi
c. Evaluasi Jabatan
d. Penilaian Prestasi Kerja
e. Latihan
f. Promosi dan Pemindahan
g. Organisasi
h. Pemerkayaan Pekerjaan
i. Penyederhanaan Pekerjaan
j. Penempatan
k. Peramalan dan Perekrutan
l. Orientasi dan Induksi
G .Uraian Pekerjaan
Uraian pekerjaan adalah informasi tertulis yang menguraikan tugas dan tanggung jawab, kondisi pekerjaan, hubungan pekerjaan dan aspek-aspek pekerjaan pada suatu jabatan tertentu dalam organisasi. Uraian pekerjaan harus jelas dan persepsinya mudah dipahami serta menguraikan hal-hal berikut :
1) Identifikasi pekerjaan atau jabatan
2) Hubungan tugas dan tanggung jawab
3) Standar wewenang dan pekerjaan
4) Syarat kerja harus diuraikan dengan jelas
5) Ringkasan pekerjaan atau jabatan
6) Penjelasan tentang jabatan dibawah dan diatasnya
Kesimpulanya, uraian pekerjaan harus jelas agar pejabat yang akan menduduki jabatan tersebut mengetahui tugas, tanggung jawab, dan standar prestasi yang harus dicapainya. Uraian pekerjaan harus menjadi dasar untuk menetapkan spesifikasi pekerjaan, supaya pengisian jabatan didasarkan apa baru siapa sehingga mismanajemen dapat dihindari.
H. Spesifikasi Pekerjaan
Spesifikasi pekerjaan adalah uraian persyaratan kualitas minimum orang yang bisa diterima agar dapat menjalankan satu jabatan dengan baik dan kompeten. Spesifikasi pekerjaan memberikan uraian informasi mengenai hal-hal berikut :
a) Tingkat pendidikan pekerja
b) Jenis kelamin pekerja
c) Keadaan fisik pekerja
d) Pengetahuan dan kecakapan pekerja
e) Batas umur pekerja
f) Nikah atau belum
g) Minat pekerja
h) Emosi dan tempramen pekerja
i) Pengalaman pekerja
I. Evaluasi Pekerjaan
Evaluasi pekerjaan adalah menilai berat atau ringan, mudah atau sukar, besar atau kecil risiko pekerjaan dan memberikan nama, ranking (preringkat), serta harga atau gaji suatu jabatan. Jika pekerjaan berat, sukar, berisiko besar, dan ranking jabatan semakin tinggi maka harga atua gaji semakin besar, tetapi sebaliknya apabila pekerjaan mudah, ringan, risiko kecil, tanggung jawab kecil dan ranking jabatan rendah, maka harga atau gaji jabatanya semakin kecil.
J. Penyederhanaan Pekerjaan
Penyederhanaan pekerjan adalah penggunaan logika untuk mencari penggunaan yang paling ekonomis dari usaha manusia, materi, mesin-mesin, waktu dan ruangan agar cara-cara yang paling baik dan paling mudah dalam mengerjakan pekerjaan dapat digunakan. Penyederhanaan pekerjaan terjadi karena spesialisasi yang lebih mendetail diterapkan dalam perusahaan tersebut. Ini berarti pekerjaan disederhanakan. Tugas-tugas suatu pekerjaan bisa dibagi menjadi dua. Peklerjaan-pekerjaan yang masih ada berisi tugas-tugas yang lebih sedikit. Simplikasi pekerjaan ini mengakibatkan hal-hal berikut :
a. Struktur organisasi perusahaan semakin melebar
b. Pekerjaan-pekerjaan bisa menjadi terlalu terspesialisasi, sehingga menimbulkan kebosanan yang pada giliranya menyebabkan kesalahan-kesalahan atau permintaan keluar
c. Pekerja semakin produktif sehingga keuntungan ekonomis dari spesialisasi akan diperoleh
Penganalisis pekerjaan perlu memperhitungkan/merumuskan : Job Content, job definition, job depth, job enlargement, job enrichment, job range, job relationship, job rotation dan job order technology.
Job content (isi pekerjaan) adalah bagian persoalan yang pertama dalam mengorganisasi keputusan. Ini menyangkut penetapan persyaratan tugas atas tiap-tiap pekerjaan dalam organisasi.
Job depth (kedalaman pekerjaan) akan menunjukan kepada jumlah pengendalian yang dimiliki oleh seseorang untuk mengubah atau mempengaruhi pekerjaan dan lingkungan sekelilingnya.
Job range (jajaran pekerjaan) menunjukan jumlah operasional yang dilakukan oleh pemegang pekerjaan untuk menyelesaikan suatu tugas.
Job relationship (hubungan pekerjaan) menunjukan hubungan interpersonal yang diperlukan atau yang dimungkinkan oleh suatu pekerjaan.
Job rotation (rotasi pekerjaan) sebuah bentuk latihan yang menyangkut pemindahan seorang karyawan dari satu pekerjaan kepad pekerjaan lainnya. Disamping sasaran latihan, prosedur ini didesain juga untuk mengurangi kebosanan.
Job order technology (teknologi pekerjaan menurut pesanan) adalah suatu bentuk produksi dimana produk disesuaikan menurut spesifikasi pelanggan.
Perluasan pekerjaan adalah memperbanyak tugas atau pekerjaan kepada seseorang karyawan dalam jabatannya untuk meningkatkan variasi pekerjaan dan mengurangi sifat pekerjaan yang membosankan.
K. Pengayaan Pekerjaan
Pengayaan pekerjaan adalah perluasan pekerjaan dan tanggung jawab secara vertical yang akan dikerjakan seseorang pejabat dalam jabatannya. Perluasan secara vertical diterapkan untuk mendapat memberikan kepada karyawan kepuasan lebih besar dan kesempatan bagi pengembangan pribadinya. Para karyawan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan manajerial pekerjaan mereka disamping operasionalnya.
L. Persyaratan Pekerjaan
Persyaratan pekerjaan adalah persyaratan-persyaratan jabatan tentang keterampilan yang dikehendaki. Misalnya : sopir mempunyai SIM B Umum. Usia tidak lebih dari 45 tahun, jujur, penyabar dan lain-lain.
M. Proses atau Langkah-Langkah Pengadaan atau Perekrutan Karyawan
 Peramalan Kebutuhan Tenaga Kerja
Peramalan kebutuhan tenaga kerja dimaksudkan agar jumlah kebutuhan tenaga kerja masa kini dan masa depan sesuai dengan beban pekerjaan, kekosongan-kekosongan dapat dihindarkan dan semua pekerjaan dapat dikerjakan. Peramalan kebutuhan tenaga kerja ini harus didasarkan kepada informasi faktor internal dan eksternal perusahaan. Faktor internal dan eksternal perusahaan adalah sebagai berikut :
a. Jumlah produksi
b. Ramalan-ramalan usaha
c. Perluasan perusahaan
d. Perkembangan teknologi
e. Tingkat permintaan dan penawaran tenaga kerja
f. Perencanaan karier pegawai
 Penarikan Tenaga Kerja
Penarikan (recruitment) adalah masalah penting dalam pengadaan tenaga kerja. Jika penarikan berhasil artinya banyak pelamar yang memasukkan lamarannya, peluang untuk mendapatkan karyawan yang baik terbuka lebar, karena perusahaan dapat memilih terbaik dari yang baik. Proses penarikan karyawan yang baik adalah sebagai berikut :
I. Penentuan dasar penarikan
Dasar penarikan calon karyawan harus ditetapkan terlebih dahulu supaya para pelamar yang memasukan lamarannya sesuai dengan pekerjaan atau jabatan yang diminatinya.
II. Penentuan sumber-sumber penarikan
Setelah diketahui spesifikasi pekerjaan karyawan yang dibutuhkan, harus ditentukan sumber-sumber penarikan calon karyawan.
III. Metode-metode penarikan
Metode penarikan akan berpengaruh besar terhadap banyaknya lamaran yang masuk ke dalam perusahaan. Metode penarikan calon karyawan baru adalah :
a. Metode tertutup
Metode tertutup adalah ketika penarikan hanya diinformasikan kepada para karyawan atau orang-orang tertentu saja. Akibatnya, lamaran yang masuk relatif sedikit sehingga kesempatan untuk mendapatkan karyawan yang baik sulit.
b. Metode terbuka
Metode terbuka adalah ketika penarikan diinformasikan secara luas dengan memasang iklan pada media massa cetak maupun elektronik, agar tersebar luas ke masyarakat.
IV. Kendala-kendala penarikan
Agar proses penarikan berhasil, perusahaan perlu menyadari berbagai macam kendala. Kendala-kendala yang dihadapi setiap perusahaan tidak sama, tetapi umumnya kendala itu meliputi kebijaksanaan organisasi, persyaratanm jabatan, metode pelaksanaan penarikan, kondisi tenaga kerja, solidaritas perusahaan dan lingkungan eksternal.




N .KERANGKA KONSEPTUAL
DEFINISI pengembangan karyawan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan bertujuan meningkatkan keahlian teoritis, konsep, dan moral sedangkan pelatihan bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan teknis pelaksanaan pekerjaan karyawan. (Malayu Hasibuan, 2005)
Sedangkan menurut Andrew Sikula dalam personnel Administration and human resources management, mengatakan pengembangan mengacu pada masalah staf dan peronel adalah suatu proses pendidikan jangka panjang menggunakan suatu prosedur yang sistematis dan terorganisir dengan mana manajer belajar pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum sedangkan pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek dengan mengunakan prosedur yang sistematik dan terorganisir sehingga karyawan operasional belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan tertentu.
TUJUAN dari pengembangan karyawan adalah menyangkut beberapa hal, diantaranya
a. Produktivitas Kerja
Dengan pengembangan, produktivitas kerja karyawan akan meningkat, kualitas dan kuantitas produksi semakin baik, karena technical skill, human skill dan managerial skill karyawan yang semakin membaik.
b. Efisiensi
Penegmbangan karyawan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku dan mengurangi ausnya mesin-mesin. Pemborosan berkurang, biaya produksi relative mengecil sehingga daya saing perusahaan semakin besar
c. Mengurangi Kerusakan
Pengembangn karyawan juga bertujuan untuk mengurangi kerusakan barang, produksi dan mesin-mesin karena karyawan semakin ahli dan terampil dalam melaksanaan pekerjaannya.
d. Mengurangi kecelakaan
Pengembangan bertujuan untuk mengurangi tingkat kecelakaan karyawan, sehingga jumlah biaya pengobatan yang dikeluarkan perusahaan berkurang
e. Meningkatkan Service
Pengembangan akan meningkatkan kualitas layanan yang lebih baik dari karyawan kepada nasabah perusahaan, karena pemberian pelayanan yang baik merupakan daya penarik yang sangat penting bagi rekanan-rekanan perusahaan yang bersangkutan
f. Moral
Dengan pengembangan, moral karyawan akan lebih baik karena keahlian dan ketrampilannya sesuai dengan pekerjaannya sehingga mereka antusias untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik
g. Karir
Dengan pengembangan,, kesempatan untuk untuk meningkatkan karir karyawan semakin besar, karena keahlian, ketrampilan dan prestasi kerjanya lebih baik. Promosi ilmiah biasanya didasarkan kepada keahlian dan prestasi kerja seseorang
h. Konseptual
Dengan pengembangan, manajer semakin cakap dan cepat dalam mengambil keputusan yang lebih baik karena technical skill, human skill dan managerial skill-nya lebih baik
i. Leadership
Dengan pengembangan kepemimpinan seorang manajer akan lebih baik, human relation-nya lebih luwes, motivasinya terarah sehingga pembinaan kerja sama vertical dan horizontal semakin harmonis
j. Incentives
Pengembangan juga dimaksudkan untuk meningkatkan insentif, fee, maupun benefit yang didasarkan pada prestasi kerja para karyawa.
k. Consumer Satisfaction
Pengembangan para karyawan akan searah dengan pengembangan kualitas produk, dan layanan sehingga tentunya akan berkaitan dengan kepuasan konsumen.

SASARAN PENGEMBANGAN
a. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan teknis mengerjakan pekerjaan (technical skills)
b. Meningkatkan keahlian dan kecakapan memimpin serta mengambil keputusan atau disebut juga managerial skills dan conceptual skills.



N. METODE PENGEMBANGAN
Pelaksanaan pengembangan harus didasarkan pada metode-metode yang telah ditetapkan dalam program pengembangan perusahaan. Yang dirumuskan oleh bagian atau suatu tim pengembangan. Metode pengembangan terdiri atas metode latihan atau training yang diberikan kepada karyawan operasional dan metode pendidikan atau lecturing yang khusus diberikan kepada karyawan manajerial.
1. On the Job Training
Yaitu pelatihan dengan instruksi, maksudnya adalah para pekerja ditempatkan dalam kondisi riil dibawah bimbingan dan supervise dari seorang pegawai senior atau supervisor. Metode ini menggunakan pendekatan Job Instruction Training yakni instruktur memberikan pelatihan kepada pegawai senior atau supervisor kemudian pegawai senior memberikan pengalamannya kepada pekerja!
2. Vestibule
Yakni suatu metode latihan yang dilakukan dalam kelas atau workshop yang biasanya diselenggarakan dalam suatu perusahaan industry untuk memperkenalkan pekerjaan kepada karyawan baru dan melatih mereka mengerjakan pekerjan tersebut. Tentunya dengan duplikasi bahan, alat-alat dan konisi yang akan mereka temui dalam situasi kerja yang sebenarnya.
3. Demonstrasi
Yakni metode latihan yang dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana cara-cara mengerjakan sesuatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau percobaan yang didemonstrasikan. Peserta melihat sendiri teknik mengerjakannya, diberikan penjelasan-penjelasan bahkan kalau perlu mencoba mempraktekannya sendiri.
4. Programmed Instruction
Merupakan bentuk pelatihan agar peserta dapat belajar sendiri karena langkah-langkah pengerjaan sudah diprogram, biasanya dengan computer, buku atau mesin pengajar. Instruksi terprogram meliputi pemecahan informasi dalam beberapa bagian kecil sedemikian rupa sehingga dapat dibentuk program pengajaran yang mudah dipahami dan saling berhubungan.
5. Magang
Melibatkan pembelajaran dari pekerja yang lebih berpengalaman dan dapat ditambah pada teknik off the job training. Banyak pekerja ketrampilan tangan seperti tukang pipa dan kayu, dilatih melalui program magang resmi. Asistensi dan kerja sambilan bisa disamakan dengan magang karena menggunakan partisipasi tingkat tinggi dari peserta sekaligus memiliki feedback yang tinggi pula.

Sedangkan untuk pengembangan dengan metode lecturing, ada beberapa pendekatan yang bisa dipakai, namun dalam makalah ini pemakalah hanya menyajikan lima metode yang paling sering digunakan dalam suatu perusahaan
1. Seminary
Metode ini menggunakan pendekatan ceramah atau presentasi dari instruktur. Gunanya tentu untuk meningkatkan kemampuan manajerial para pimpinan. Metode ini dilakukan dalam dalam suatu classroom dengan jangkauan audiens yang banyak!
2. Lokakarya
Menggunakan pendekatan yang mirip dengan seminary, yakni menggunakan ceramah atau presentasi, namun bedanya, peserta tidak pasif mendengarkan begitu saja, tapi juga turut diminta partisipasinya dalam memecahkan suatu masalah.
3. Under Study
Hampir sama dengan on the job training, hanya bedanya dilakukan dalam tataran kepemimpinan. Dimana calon pemimpin dipersiapkan untuk menggantikan jabatan atasannya. Calon dipersiapkan untuk mengisi jabatan apabila pimpinannya berhenti.
4. Job Rotation
Adalah teknik pengembangan yang dilakukan dengan cara memindahkan peserta dari suatu jabatan ke jabatan lainnya secara periodic untuk menambah keahlian dan kecakapannya pada setiap jabatan. Hal ini merupakan antisipasi jika ia dipromosikan, ia akan siap, memiliki pengetahuan dan kapasitas yang baik
5. Coaching dan Counseling
Coaching adalah suau metode pendidikan dengan cara atasan mengajarkan keahlian dan ketrampilan kerja kepada bawahannya. Dalam metode ini, supervisor diperlukan sebagai petunjuk untuk memberitahukan kepada para peserta mengenai tugas yang akan dilaksanakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Sedangkan counseling adalah suatu cara pendidikan dengan melakukan diskusi antara pekerja dan manajer mengenai hal-hal yang sifatnya pribadi, seperti keinginannya, ketakutannya dan aspirasinya.

O. PENILAIAN PRESTASI KARYAWAN
Hal selanjutnya yang perlu dilakukan oleh manajer personalia ataupun SDM adalah bagaimana cara menilai/scoring hasil dari pengembangan yang telah dilakukan oleh perusahaan. Bagiamana agar dana, waktu dan pikiran yang digunakan benar-benar efisien dan efektif. Oleh karenanya, penilaian prestasi kinerja karyawan amat sangat dibutuhkan.
Menurut Dale Yoder, penilaian prestasi karyawan merupakan prosedur yang formal dilakukan didalam organisai untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan serta kepentingan bagi pegawai.
TUJUAN dari pada penilaian pretasi karyawan adalah
a. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian dan penetapan besarnya balas jasa.
b. Untuk mengukur prestasi kerja, sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya
c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan didalam perusahaan
d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan dan efektifitas jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja
e. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada didalam organisasi
f. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik
g. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan (supervisor manager, administrator) untuk mengobservasi perilaku bawahan supaya diketahui minat dan kebutuhan-kebutuhan bawahannya.
h. Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan atau kelemahan-kelemahan dimasa lampau dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.
i. Sebagai criteria didalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan
j. Sebagai alat untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan personel dengan demikian bisa sebagai bahan pertimbangan agar bisa diikutsertakan dalam program latihan kerja tambahan
k. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan
l. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan
Dale Yoder menambahkan bahwa sejatinya, penilaian prestasi karyawan secara luas digunakan untuk mengidentifikasi mereka yang akan dipromosikan

P. STANDAR PENILAIAN
Secara umum, standar berarti apa yang akan dicapai sebagai ukuran untuk penilaian. Sebuah standar dapat dianggap sebagai pengukur yang ditetapkan, sesuatu yang harus diusahakan, sebuah model untuk diperbandingkan, suatu alat untuk membandingkan antara satu hal dengan hal yang lain. Secara garis besar standar dibagi menjadi dua
1. Tangible Standard yaitu sasaran yang dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya. Misalnya dengan adanya pelatihan membuat produktivitas kerja semakin meningkat, pekerjaan yang tadinya memerlukan sebulan menjadi 25 hari.
2. Intangible Standard adalah sasaran yang tidak dapat ditetapkan alat ukur atau standarnya. Misalnya berkat adanya lecturing, seorang kepala sub-bagian tertentu menjadi lebih loyal perilakunya terhadap perusahaan.

UNSUR-UNSUR YANG DINILAI
1. Loyalties
2. Prestasi Kerja
3. Honesty
4. Disciplines
5. Creativities
6. Synergy
7. Leadership
8. Personality
9. Initiative
10. Kecakapan
11. Responsibility

Q. METODE PENILAIAN PRESTASI KARYAWAN

Metode penilaian prestasi karyawan pada dasarnya dikelompokkan atas metode tradisional dan metode modern. Dibawah ini merupakan penjabaran dari metode tradisional
1. Rating Scale
Metode ini merupakan metode paling tua dan banyak digunakan dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor untuk mengukur karakteristik, misalnya inisitaif, dependensi, kematangan dan kontribusinya terhadap pekerjaannya.
2. Employee Compare
Merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan cara-cara membandingkan antara seorang pekerja dengan pekerja lainnya. Metode employee compare terbagi menjadi tiga, alternate ranking, paired compare dan porced compare.
a. Alternate Rank
Metode penilaian dengan cara mengurut peringkat karyawan dimulai dari yang paling bawah sampai yang tertinggi dan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
b. Paired Compare
Metode penilaian dengan cara membandingkan satu karyawan dengan karyawan lainnya. Sehingga terdapat berbagai alternative keputusan yang akan diambil. Metode ini sangat cocok jika jumlah karyawannya sedikit.
c. Porced Compare
Kebalikan dari paired, porced digunakan dalam jumlah karyawan yang besar. Prestasi kerja dikodifikasi dalam beberapa klasifikasi, kemudian menilai pekerja berdasarkan klasifikasi tersebut.
3. Checklist
Metode ini sebenarnya yang paling mudah, tinggal menetapkan daftar unsure yang dinilai dan kemudian meminta berbagai pendapat mengenai prestasi kinerja seseorang. Baru kjemudian hasilnya dibicarakan dalam rapat pimpinan.
4. Freeform Essay
Metode ini juga termasuk simple, tinggal meminta seorang karyawan membuat karangan yang berkenaan dengan orang/karyawan yang sedang dinilainya. Masing-masing karyawan menulis prestasi kerja rekanna.
5. Critical Incident
Mirip dengan check list, hanya saja penilai menilai sendiri hasil kerja karyawan. Ia menyiapkan buku khusus untuk yang terdiri dari berbagai kategori tingkah laku karyawannya.

Dibawah ini merupakan metode penilaian modern yang bukan berarti lebih baik, hanya saja merupakan perkembangan dari metode tradisional
1. Assessment Centre
Penilaian ini dilakukan oleh tim khusus yang terdiri dari kombinasi dalam dan luar, agar memiliki penilaian objective mengenai hasil kinerja seorang karyawan. Cara penilaianya berdasarkan wawancara, pengisian kuisioner, permainan bisnis dll.
2. Management by objective
Metode ini dilakukan dengan pendekatan karyawan langsung diikutsertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan kemampuan bawahan dalam menentukan sasarannya masing-masing yang ditekankan pada pencapaian sasaran perusahaan itu.
3. Human Asset Accounting
Metode ini menggunakan pendekatan penilaian bahwa pekerja merupakan individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara membandingkan terhadap variable-variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan. Jika biya untuk tenaga kerja meningkat, laba meningkat. Maka peningkatan tenaga kerja tersebut berhasil.

R. Kompensasi
1. Pengertian kompensasi
Kompensasi adalah sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa karyawan pada perusahaan. Pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian.
Kompensasi terbagi menjadi dua bagian:
a. Kompensasi finansial
b. Kompensasi non-finansial
Kompensasi finansial terdiri dari kompensasi langsung (Pembayaran dalam bentuk upah, gaji, dan bonus, dll), kompensasi tidak langsung meliputi liburan, asuransi, jasa perawatan dll.
Sedangkan kompensasi non-finansial seperti pujian, nyaman bertuagas dll.
Jika dikelola dengan baik, kompensasi akan membantu perusahaan untuk mencapai tujuan dan memperoleh, memelihara, dan menjaga karyawan dengan baik.

2. Tujuan manajeman kompensasi
Tujuan manajemen kompensasi adalah untuk membantu perusahaan mencapai tujuan keberhasilan strateg perusahaan dan menjamin terciptanya keadilan internal dan eksternal.
Adapun tujuan manajemaen kompensasi meliputi:
a. Memperoleh SDM yang berkualitas
b. Memertahankan karyawan
c. Menjamin keadilan
d. Penghargaan terhadap prilaku yang diharapkan
e. Mengendalikan biaya
f. Mengikuti aturan hukum memfasilitasi pengertian
g. Meningkatkan efesiansi administrasi

3. komponen-komponen komposisi
a. Gaji
Gaji adalah bayaran tetap yang diterima seseorang dari keanggotaaannya dalam sebuah perusahaan.
b. Upah
Imbalan finansial langsung yang dibayarkan kepada karyawan berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan
c. Intensif
Imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena kenerjanya melebihi standar yang ditentukan
d. Kompensasi tidak langsung (fringe benefit)
fringe benefit merupakan kompensasi tambahan yang diberikan berdasarkan kebijakan perushaan terhadap semua karyawan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan para karyawan.

4. Pengaruh lingkungan eksternal pada kompensasi
diantara faktor-faktor yang mempengaruhi upah dan kebijakan kompensasi adalah sesuatu yang berada di lular persahaan, seperti : pasar tenaga kerja, kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, dan serikat pekerja
5. Pengaruh lingkungan internal pada kompensasi
adapun untuk faktor internal faktor yang mempengaruhi kompensasi adalah: yaitu ukuran umur, anggaran tenaga kerja perusahaan, dan siapa yang membuat keputusan kompensasi.

6. Tahapan menetapkan kompensasi
untuk memenuhi tujuan-tujuan dalam manajeman kompensasi perlu diikuti beberapa tahapan seperti berikut:
a. Mengevaluasi tiap pekerjaan, dengan menggunakan informasi analisis pekerjaan, untuk menjamn keadilan internal yang didasarkan pada nilai relatif setiap pekerjaan
b. Melakukan survei upah dan gaji untuk menentukan keadilan eksternal yang didasarkan pada upah pemayaran di pasar kerja.
c. Menilai harga tiap pekerjaan untuk menentukan pembayaran upah yang didasarkan pada keadilan iternal dan eksternal.
7. evaluasi dan analisis pekerjaan
Evaluasi pekerjaan merupakan prosedur sistematis untuk menentukan nilai relatif dari pekerjaan, evaluasi ini menentukan pekerjaan mana yang m emiliki nilai lebih tinggi dari pada yang lainnya. Tanpa evaluasi pekerjaan, departemen SDM tidak akan mampu untuk mengembangkan pendekatan yang rasional untuk membayar.
Hasil pemikiran sebuah evaluasi adalah subjektif. Oleh karena itu harus dilakukan secara khusus oleh SDM yang terlatih. Sekelompok manajer atau sspesialis yang melakukan evaluasi itu disebut komite evaluasi pekerjaan. Adapun metode yang paling umum digunakan adalah penyesunan tingkat pekerjaan, penilaian kelas pekerjaan, perbandingan faktor, dan sistem penilaian angka.

PINBUK DAN PENDAHULUAN Lembaga Pengembang Ekonomi Swadaya Masyarakat (LPESM) adalah lembaga pengembang ekonomi yang tumbuh dan berkembang INKOPONTERN

PENDAHULUAN
Lembaga Pengembang Ekonomi Swadaya Masyarakat (LPESM) adalah lembaga pengembang ekonomi yang tumbuh dan berkembang serta dimiliki oleh masyarakat. Dalam hal ini lembaga itu tidak menghususkan dirinya sebagai institusi yang menjalankan usaha bisnis untuk memperoleh keuntungan, tetapi lebih menghususkan diri pada pengembangan lembaga-lembaga perekonomian. Misal dari LPESM adalah PINBUK dan Inkopontren. Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dapat dikatakan sebagai LPESM karena berperan dan berfungsi untuk mengembangkan BMT-BMT dan lembaga-lembaga perekonomian umat lainnya. Induk Koperasi Pondok Pesantren (Inkopontren) dapat dikatakan sebagai LPESM karena kegiatan Inkopontren tidak hanya diorientasikan untuk menjalankan usaha bisnis, tetapi lebih diorientasikan pada pengembangan Puskopontren (Pusat Koperasi Pondok Pesantren) dan Kopontren (Koperasi Pondok Pesantren).
Sehubungan dengan itu, dalam pembahasan tentang Lembaga Pengembang Ekonomi Swadaya Masyarakat ini akan dikemukakan secara rinci tentang PINBUK dan Inkopontren.
PINBUK DAN INKOPONTREN
PINBUK
1. Pengertian, Sejarah dan Tujuan Berdirinya
PINBUK adalah singkatan dari Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil. Ia merupakan badan pekerja yang dibentuk oleh Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (YINBUK).
YINBUK merupakan LPESM yang dibentuk oleh Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), yaitu Alm. Kyai H. Hasan Basri, ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), yaitu Prof. DR. Ir. B.J. Habibie dan direktur utama Bank Muamalah Indonesia (BMI) yaitu Zainal Bahar Noor dengan akta notaris Leila Yudoparipurno, SH, Nomor 5 Tanggal 13 Maret 1995 yang dilatar belakangi oleh tuntunan yang cukup kuat dari masyarakat yang menginginkan adanya perubahan dalam struktur ekonomi dan sosial budaya masyarakat untuk lebih kondusi bagi pengembangan usaha mikro dan kecil yang berbasis kepada masyarakat banyak dan terciptanya sistem budaya usaha yang beretika.
Tujuan PINBUK berdasarkan pendirian adalah sebagai berikut :
a. Mendukung tujuan nasional dalam pembangunan sumber daya rakyat banyak sesuai dengan cita-cita sumpah pemuda, proklamasi kemerdekaan, dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
b. Menumbuhkembangkan sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi raktyat kecil, pengusaha kecil bawah, pengusaha kecil, pengusaha menengah, serta lembaga-lembaga pendukung penembangannya.
c. Terwujudnya penguasaan dan pengelolaan sumber daya yang adil, merata dan berkelanjutan dalam suasana damai, maju pesat dan dinamis.
d. Meletakkan landasan-landasan yang cukup kuat bagi pertumbuhan pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Tujuan PINBUK berdasarkan sasaran terbagi kepada dua kategori, yaitu :
1. Berdasarkan besaran usaha meliputi :
a. Usaha kecil bawah, yitu usaha dengan besaran omset lebih kecil dari Rp 50.000.000,00/tahun.
b. Usaha kecil, yaitu usaha dengan omset antara Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00/tahun.
2. Berdasarkan jenis usaha meliputi :
a. Pengembanga usaha di bidang keuangan dan simpan pinjam
b. Pengembangan usaha sektor riil
Dalam mencapai tujuan di atas, PINBUK melaksanakannya dengan lima prinsip pendekatan, yaitu :
1. Institusionalisasi
2. fungsionalisasi
3. Integrasi
4. ukhuwah muamalah
5. Pengembangan sumber daya manusia
6. Barisan semut
2. Fungsi Didirikannya PINBUK
Didirikannya PINBUK berfungsi untuk :
1. Mensupervisi dan membina teknis, administrasi, pembukuan, dan finansial BMT-BMT yang terbentuk.
2. Mengembangkan sumber daya manusia dengan melakukan inkubasi bisnis pengusaha baru dan penyuburan usaha yang ada.
3. Mengembangkan teknologi maju untuk para nasabah BMT sehingga meningkat nilai tambahnya.
4. Memberikan penyuluhan dan latihan.
5. Melakukan promosi, pemasaran hasil dan mengembangkan jaringan perdagangan usaha kecil.
6. memfasilitasi alat-alat yang tak mampu dimiliki oleh pengusaha kecil secara perorangan, seperti fax alat-alat promosi dan alat-alat pendukung lainnya.
3. Ruang Lingkup Kewenangannya
PINBUK itu sendiri sudah memiliki hak paten, tetapi hanya saja belum diterapkan secara legal formal. Wewenangnya sendiri adalah, mengawasi tetapi hanya lebih ke arah kerja samanya, selain itu untuk mengembangkan ke banyak tempat dan daerah-daerah melalui standarisasi akad dan sebagainya.
4. Pola Dasar Program dan Program Kerja
Terdapat beberapa pola yang ditawarkan pinbuk dalam merealisasikan programnya, yaitu:
a. Pola “menetaskan” atau mengembangkan Baitul Mal wa tamwil (BMT) sebagai lembaga strategis pengembangan ekonomi masyarakat lapisan bawah melalui :
b. Pola “menetaskan a pola yang ditawarkan PINBUK dalam merealisasikan programnya, yaitu :” pengusaha-pengusaha kecil bawah dan mengembangkan usaha-usaha kecil bawah.
c. Pengembangan system pemasaran, teknologi produksi, dan system manajemen untuk menunjang usaha kecil bawah, usaha kecil dan usaha menengah.
Program kerja yang ditwarkan PINBUK terbagi kepada dua kategori, yaitu :
a. Program jangka panjang
1. Mejadikan BMT sebagai lembaga yang berperan dalam penembangan ekonomi masyarakat bawah dan dimiliki serta dikuasai oleh masyarakat setempat sehingga menjadi lembaga yang berkemampuan mengembangakan jaringan vertical dan horizontal dengan lembaga-lembaga keuangan syari’ah dalam bentuk-bentuk BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah), BMT (Baitul Mal wa Tamwil) dan koperasi serba usaha.
2. Menjadikan usaha kecil sebagai sarana pemasaran aset nasional yang berkeadilan dan efektif dalam mendukung pembangunan nasional yang berkeadilan dan efektif dalam mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan.
3. Menjadikan usaha kecil sebagai kekuatan pembangunan struktur masyarakat pedesaan yang maju dan berkelanjutan.
4. Meningkatkan usaha kecil dalam menentukan arah kebijakan pembangunan ekonomi di berbagai tingkatan penentuan keputusan.
b. Program jangka menengah
1. Mengembangakan model-model pengembangan BMT secara operasional menjadi lembaga yang berkemampuan seperti dirumuskan dalam program jangka panjang untuk kemudian disebarluaskan bersama-sama dengan berbagai potensi masyarakat lainnya.
2. Mengembangkan dan membina pengusaha kecil sehingga memiliki pangsa pasar yang makin besar dalam sector pertanian, perindustrian dan jasa.
3. Meningkatkan kemampuan pengusaha kecil dalam penguasaan dan pemanfaatan teknologi secara lebih cepat.
4. Mengusahakan agar BMT menjadi gerakan nasional pembangunan usaha kecil.
5. Pengembangan kelembagaan dan fungsi PINBUK sebagai alat atau fasilitator dan dinamisator pengembangan usaha kecil dan BMT.
Langkah-langkah pendiriannya yaitu :
1. Ada pihak yang mengambil prakarsa sebagai pendiri. Di antara prakarsa itu muncul dari koordinator Orwil ICMI untuk tingkat propinsi atau koordinator Orsat untuk tingkat Kabupaten, ketua umum MUI setempat, ketua umum DMI (Dewan Masjid Indonesia), ketua IPHI, dan ketua BAZIS (Badan Amil, Zakat, Infaq dan Sedekah) setempat. Dalam mengambil prakarsa ini tidak mesti muncul dari semua organisasi masyarakat (Ormas) itu tetapi cukup satu atau dua ormas.
2. Membicarakan dan menyusun konsep kepengurusan PINBUK dan berusaha mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah, khususnya dari kepala daerah (Gubernur atau Bupati/Walikota).
3. Mengkonsep keputusan bersama dari para pendiri PINBUK dengan mengirimkan tembusannya kepada PINBUK di atasnya (PINBUK pusat atau pendiri pinbuk propinsi atau pendiri PIBUK Kabupaten/Kotamadya)
7. Perkembangan dan Konstribusinya Bagi Pengembangan Ekonomi Umat
Secara umum masyarakat luas belum mengenal PINBUK tetapi sudah banyak yang mengenal BMT/LKM. Jadi secara jelas kontribusinya belum terlalu terlihat tetapi sudah jelas menguntungkan bagi masyarakat karena adanya BMT tersebut, dan BMT tersebut telah mengakar dan mandiri di masyarakat, selain itu pengawas BMT yang ada di pinbuk wajib melakukan pengecekan terhadap BMT yang sudah beroprasi terhadap keuangannya, perkembangannya dan lain sebaginya dan diawasi melauli RAT (Rapat Anggota Tahunan).
Sudah tercatat hingga saat ini jumlah BMT yang tergabung di Pinbuk lebih dari 3.000 unit. Di antaranya adalah 106 BMT bekerja sama dengan Departemen Sosial, 82 BMT Nagari di kabupaten Agam (sumatera barat), 30 BMT bekerja sama dengan Depnakertrans yang ditempatkan di unit pemukiman transmigrasi, serta 500 BMT Shar-E dengan Bank Muamalat.
INKOPONTREN
1. Pengertian
Inkopontren adalah singkatan dari Induk Koperasi pondok Pesantren. Ia merupakan badan hukum koperasi sekunder yang didirikan secara resmi pada tanggal 7 Desember 1994 berdasarkan keputusan menteri koperasi dan pembinaan pengusaha kecil Republik Indonesia Nomor 003/BH/M.I/1994 tentang pengesahan akta pendirian koperasi.
2. Fungsi, Peran, dan Tujuan
Fungsi utama dari Inkopontren adalah untuk membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota (Puskopontren dan kopontren) dan masyarakat umum guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan social. Atas dasar fungsi itu, maka kemudian inkopontren kemudian berperan :
a. Secara aktif meningkatkan dan mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
b. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan katahanan ekonomi nasional dan koperasi sebagai soko gurunya.
c. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan pereonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Adapun yang menjadi tujuan dari didirikannya Inkopontren adalah :
a. Untuk menciptakan kesejahteraan anggota (Puskopontren dan Kopontren) dan masyarakat umum.
b. Untuk ikut membangun terciptanya tatanan perekonomian nasional guna terwujudnya masyarakat maju adil, dan makmur yang diridhai Allah SWT.
3. Jenis Usaha
Mengenai usaha yang akan dilakukan Inkopontren dalam pemberdayaan ekonomi umat (Islam), khususnya dilingkungan pesantren, dapat dilihat secara rinci dalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan program kerja Inkopontren.
Dalam anggaran dasar Inkopontren pasal 3 ayat 4 disebutkan bahwa yang menjadi bidang usaha Inkopontren adalah :
1. Menjalankan usaha di bidang jasa, di antaranya jasa simpan pinjam, konsultasi keuangan dan manajemen, pengelolaan dan pemasaran, property, angkutan, pariwisata, dan pendidikan.
2. Mendirikan dan menjalankan usaha di bidang percetakan dan penerbitan.
3. Menjalankan usaha perdagangan antar pulau, daerah dan local serta ekspor dan impor dan bertindak sebagai perwakilan, leveransir, agen, supplier, dan distributor dari badan-badan usaha dan perusahaan-perusahaan lain, baik dalam maupun luar negeri.
4. Menjalankan usaha bidang kontruksi termasuk sebagai pemborong/kontraktor, perencana, pelaksana, dan penyelenggara pembuatan gedung-gedung, rumah, jalan, jembatan dan lainnya dalam arti seluas-luasnya.
5. Menjalankan usaha di bidang pertanian dan perikanan
6. Menjalankan usaha dalam bidang industri
7. Menjalankan kemitraan antar koperasi, BUMN (Badan Usaha Milik Negara), dan swasta dalam menjalankan kegiatan usaha dengan prinsip saling menguntungkan.
PENUTUP
PINBUK adalah singkatan dari Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil. Ia merupakan badan pekerja yang dibentuk oleh Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (YINBUK). Tujuan bedirinya adalah mensupervisi dan membina teknis, administrasi, pembukuan, dan finansial BMT-BMT yang terbentuk. PINBUK itu sendiri sudah memiliki hak paten, tetapi hanya saja belum diterapkan secara legal formal.
Secara umum masyarakat luas belum mengenal PINBUK tetapi sudah banyak yang mengenal BMT/LKM. Jadi secara jelas kontribusinya belum terlalu terlihat tetapi sudah jelas menguntungkan bagi masyarakat karena adanya BMT tersebut, dan BMT tersebut telah mengakar dan mandiri di masyarakat
Inkopontren adalah singkatan dari Induk Koperasi pondok Pesantren. Ia merupakan badan hukum koperasi sekunder yang didirikan secara resmi pada tanggal 7 Desember 1994 berdasarkan keputusan menteri koperasi dan pembinaan pengusaha kecil Republik Indonesia Nomor 003/BH/M.I/1994 tentang pengesahan akta pendirian koperasi.
Fungsi utama dari Inkopontren adalah untuk membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota (Puskopontren dan kopontren) dan masyarakat umum guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan social. Mengenai usaha yang akan dilakukan Inkopontren dalam pemberdayaan ekonomi umat (Islam), khususnya dilingkungan pesantren, dapat dilihat secara rinci dalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan program kerja Inkopontren.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Djazuli, H.A. 2002. Lembaga Perekonomian Umat. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Buku Saku Profil PINBUK
www.pinbuk.com
WAKAF
Wakaf merupakan salah satu sumber dana yang penting dan besar sekali manfaatnya bagi kepentingan agama dan umat (khususnya Islam). Antara lain untuk pembinaan kehidupan beragama dan peningkatan kesejahteraan umat Islam, terutama bagi orang-orang yang tidak mampu, cacat mental atau fisik, orang-orang yang sudah lanjut usia dan sebagainya yang sangat memerlukan bantuan dari sumber dana seperti wakaf. Bentuk perwakafan di Indonesia untuk kepentingan kesejahteraan umum selain yang bersifat perseorangan, terdapat juga wakaf gotong royong berupa masjid, madrasah, musholla, rumah sakit, jembatan dan sebagainya.
Dengan telah ditetapkannya Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 pada tanggal 27 Oktober 2004, maka berbagai permasalahan pokok tentang perwakafan telah memiliki pedoman, arah, tujuan yang lebih memilki kepastian hukum dan kekuatan hukum sehingga fungsi dan tujuan wakaf dapat diwujudkan. Di Indonesia, wakaf pada umumnya berupa benda-benda konsumtif, bukan benda-benda produktif. Seperti masjid, sekolah-sekolah, panti-panti asuhan, rumah sakit dan sebagainya yang langsung digunakan oleh penerima baik orang-orang tertentu maupun masyarakat umum. Pemanfaatan wakaf tanah selain untuk pelayanan tetapi juga untuk tujuan produktif. Pemanfaatan wakaf ini dikelola terlebih dahulu baru kemudian hasilnya diberikan kepada penerima yang telah ditentukan sebelumnya. Wakaf produktif ini lebih berorientasi pada profit.
Untuk mengelola wakaf produktif di Indonesia, yang harus dilakukan adalah perlunya pembentukan suatu badan atau lembaga yang khusus mengelola wakaf yang ada dan bersifat nasiaonal yakni Badan Wakaf Indonesia (BWI). Badan ini diberikan tugas untuk mengembangkan wakaf secara produktif, sehingga wakaf dapaat berfungsi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tugas utama badan ini adalah memberdayakan wakaf, baik wakaf benda tidak bergerak maupun benda bergerak yang ada di Indonesia sehingga dapat memberdayakan ekonomi umat. Selain itu juga badan ini bertugas membuat kebijakan dan stategi pengelolaan wakaf produktif, mensosialisasikan bolehnya wakaf benda-benda bergerak dan sertifikat tunai kepada masyarakat.
Adapun program-program yang sudah berjalan di Tabung Wakaf Indonesia yang telah berkontribusi bagi perekonomian umat antara lain :
Program Sosial :
1. Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Rumah sakit mini khusus dhuafa dengan
pelayanan 24 jam
2. SMART Ekselensia, sekolah unggulan (SMP-SMA) bebas biaya untuk keluarga yang tidak mampu yang telah lulus seleksi di setiap provinsi.
3. Rumah Baca
4. Institut Kemandirian, lembaga yang mencetak wirausahawaan dari kaum dhuafa
5. Masjid untuk daerah bencana
Program Produktif :
1. Program Jangka Pendek, kegiatan produktif pemberdayaan ekonomi mikro dengan target memberikan modal usaha kepada pengusaha kecil
• BMT, bermitra dengan BMT dalam memberikan modal usaha kepada pengusaha Skecil. Mitra pertama TWI adalah BMT Beringhardjo di Jogja dan BMT Kopontren Nusya di Tuban
• Kampoeng Ternak (KT), untuk memberdayakan para peternak kambing di pelosok daerah Indonesia
• Wakaf produktif untuk daerah terpencil
Prospek, Kendala, dan Strategi Pengelolaan Wakaf
Prospektif Mikro
Potensi Pasar
Wakaf, khususnya wakaf uang tunai, merupakan sesuatu yang belum memasyarakat, sehingga diperlukan upaya dan langkah-langkah sosialisasi, promosi, dan mengkomunikasikan setiap program wakaf, baik penghimpunan maupun alokasi program wakafnya secara terus-menerus.
Dengan mendasarkan pada aspek moral dan emosional dalam menganalisis kekuatan dan potensi pasarnya, maka ditetapkan beberapa unsur atau komponen sebagai dasar pertimbangan sebagai berikut :
1. Moral dan Emosional Masyarakat
Memprediksi potensi pasar dengan pendekatan moral atau emosional bukanlah pekerjaan yang mudah, karena akan mengesampingkan hal-hal yang sifatnya rasional. Meskipun demikian, melalui pendekatan yang berbeda dengan lembaga keuangan syariah, dimana Tabung Wakaf Indonesia yang lebih berbasis pada akad mu’amalat, masih memiliki potential market tersendiri yang dapat diharapkan, walaupun social empowerment approachnya lebih dominan sebagaimana zakat, dan infaq.
Didukung lokasi kantor yang strategis di Jakarta, sekaligus sebagai salah satu kota sasaran utama dengan segudang potensi yang dimilikinya, maka sesungguhnya Tabung Wakaf Indonesia memiliki prospek dan potensi yang besar.
2. Kredibilitas Dompet Dhuafa
Dompet Dhuafa sebagai lembaga sosial keagamaan pertama di Indonesia dengan berbagai program pemberdayaan yang telah, sedang dan akan dilakukannya, telah memiliki data base donatur (muzakki dan, atau wakif) yang siap untuk melakukan jalinan kerja sinergis memberdayakan potensi ummat.
3. Kekuatan Program Wakaf
Berdasarkan pengalaman Dompet Dhuafa dalam kegiatan-kegiatan program pemberdayaan. Maka Tabung Wakaf Indonesia dalam merealisasikan programnya akan menggunakan pendekatan yang bersifat ??by propject? yang dilakukan di daerah-daerah secara insidentil yang dapat dirasakan oleh masyarakat di mana proyek yang bersangkutan dilaksanakan.
Aspek Organisasi dan Manajemen
Aspek Organisasi didisain dengan memperhatikan dan sesuai dengan visi, dan misi Tabung Wakaf Indonesia yang berorientasi pada kepentingan dan kemaslahatan masyarakat umum (lihat susunan organisasi Tabung Wakaf Indonesia) Kekuatan Tabung Wakaf Indonesia dari segi organisasi dan manajemen, diharapkan muncul dari kualitas personil dan sistem serta manajemen yang amanah dan profesional dengan kriteria dan dimensi yang dibutuhkann sesuai dengan kompetensinya.
Aspek Operasional Tabung Wakaf Indonesia
Kegiatan operasional Tabung Wakaf Indonesia senantiasa memperhatikan dan menggunakan kaidah-kaidah fiqh sesuai syariah Islam, dan haruslah sudah memperoleh rekomendasi fatwa dari Dewan Syariah. Prinsip dasar operasional dimaksud adalah :
1. Seluruh harta benda wakaf , termasuk wakaf uang tunainya harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syariah, dengan Tabung Wakaf Indonesia pengelolanyat atas nama Wakif.
2. Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu, dan rekeningnya harus terbuka dengan nama yang ditentukan oleh Wakif.
3. Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana tercantum dalam program yang ditawarkan Tabung Wakaf Indonesia yang diperkenankan oleh Syariah.
4. Wakaf tunai selalu menerima pendapatan dengan tingkat keuntungan tertinggi yang ditawarkan.
5. Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh Wakif. Bagian keuntungan yang tidak dibelanjakan akan secara otomatis ditambahkan pada wakaf dan profit yang diperoleh akan bertambah terus.
6. Wakif dapat meminta Tabung Wakaf Indonesia mempergunakan keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia tentukan.
7. Wakif dapat memberikan Wakaf Uang untuk sekali saja, atau ia dapat juga menyatakan akan memberikan sejumlah wakaf dengan cara melakukan deposit atau setoran baik untuk pertama kalinya, dan / atau selanjutnya dalam jumlah yang disepakati oleh Wakif.
8. Wakif dapat juga meminta kepada Tabung Wakaf Indonesia untuk merealisasikan wakaf tunai pada jumlah tertentu untuk dipindahkan dari rekening Wakif di bank lain pada Tabung Wakaf Indonesia.
9. Atas setiap setoran Wakaf Tunai harus diberikan tanda terima dan setelah jumlah wakaf tersebut mencapai jumlah yang ditentukan, barulah diterbitkan sertifikat.
Aspek Sosial Keagamaan dan Pemberdayaan
Berdasarkan uraian di atas, khususnya dari aspek kegiatan operasionalnya, maka kehadiran Tabung Wakaf Indonesia dapat lebih mendorong program-program sosial keagamaan dan pemberdayaan masyarakat dalam berbagai bidang. Secara kuantitatif, sesuai dengan adanya proyek-proyek dilaksanakan menunjukkan peran Tabung Wakaf Indonesia, sehingga memberikan dampak sosial dan pemberdayaan yang cukup strategis sebagai salah satu pilar pembangunan sosial dan ekonomi bangsa.
Kondisi ini akan dapat terus meningkat dan berkembang seiring dengan peningkatan dan pengembangan serta peran Tabung Wakaf Indonesia sebagai Nazhir Wakaf Nasional yang mampu memikul beban dan amanah serta tanggung jawab sebagaimana diamanatkan oleh para wakifnya. Bagi Wakif, dengan mempercayakan Tabung Wakaf Indonesia sebagai Nazhirnya, sekaligus ia mendapatkan 4 (empat) investasi berupa :
• Kemanfaatan bagi kesejahteraan pribadi
• Kemanfaatan bagi kesejahteraan keluarga (dunia dan akhirat)
• Pembangunan sosial
• Membangun masyarakat sejahtera ; jaminan sosial bagi si miskin dan jaminan keamanan sosial bagi si kaya.
Problematika pengelolahan wakaf di indonesia :
 Kebekuan umat islam terhadap faham wakaf.
Sebelum adanya UU No. 5 tahu 1960 tentang :peraturan dasar pokok agraria dan peraturan pemerintah No. 28 tahun 1977 tentang: perwakafan tanah milik, masyarakat islam indonesia masih menggunakan kebiasaan-kebiasaan keagamaan, seperti kebiasaan melakukan perbuatan hukum perwakafan tanah secara lisan atas dasar saling percaya pada seseorang atau lembaga tertentu, kebiasaan memandang wakaf sebagai amal sholeh yang mempunyai nilai mulia dihadhirat tuhan tanpa harus melalui prosedur administratif, dan harta wakaf dianggap milik Allah semata yang siapa saja tidak akan berani mengganggu gugat tanpa seizin Allah.
 Nazir wakaf tradisional –konsumtif
Salah satu hal selama ini yang menjadi hambayan rill dalam pengembangan wakaf di indonesia adalah keberadaan nazhir atau (pengelola) wakaf yang masi tradisional keteradisionalan nzhir dipengaruhi oleh :
 Karena masih kuatnya faham mayoritas umat islam yang mashi stagnan atau beku terhadap persoalan wakaf
 Rendahnya kualitas SDM (nazhir wakaf )
 Lemahnya kemauan para nazhir wakaf, juga menambah ruwetnya kondisi wakaf ditanah air.
 Lemahnya political will pemegang otoritas
Peraturan lembaga dan pengelolahan wakaf selama ini pada level dibawah UU, yaitu peraturan pemerintah, peraturan mentri agama, peraturan Dirjen Bimas Islam Depag RI, dan beberapa aturan lainnya serta sedikit disinggung dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang pokok-pokok agraria. Hingga sampai saat akhir th. 2004 (27th ) dengan lahir UU No. 41 th 2004 tentang wakaf sehingga kemauan yang kuat dari umat islam untuk memaksimalkan peran wakaf mengalami kendala-kendala yang formil.
Strategi Pengelolaan Wakaf
 Regulasi peraturan perundangan perwakafan.
Wakaf merupakan sarana dan modal yang amat penting dalam mengajukan pekembangan agama. Sebelum lahir, UU No. 41 th 2004 tentang wakaf, perwakafan di Indonesia diatur dalam PP No. 28 th 1977 tentang perwakafan tanah milik dan sedikit tercover dalam UU No. 5 th 1950 tentang peraturan dasar wakaf agrarian. Namun, peraturan perundangan tersebut hanya mengatur benda-benda wakaf tidak bergerak dan peruntukkannya lebih banyak untuk kepentingan ibadah mahdah, seperti masjid, mushala, pesantren, kuburan dan lain-lain.
Regulasi peraturan perundangan prwakafan tersebut berupa UU No. 41 th 2004 tentang wakaf dan peraturan pemerintah No. 42 th 2006 tentang pelaksanaannya. Kedua peraturan perundangan tersebut memiliki urgensi, yaitu selain untuk kepentingan ibadah mahdah, jga menekankan perlunya pemberdayaan wakaf secara produktif untuk kepentingan social (kepentingan umat). Reglasi peraturan perundangan perwakafan tersebut sesungguahnya telah lama didambakan dan dinantikan oleh masysrakat kita, khususnya umat islam. Karena masalah tersebut telah mnejadi problem yang cukup lama Karen belum ada UU yang secara khusus tentang wakaf, sehingga perwakafan di Negara kita kurang berkembang optimal .
Setidaknya peraturan perundangan perwakafan (UU dan PP wakaf tersebut memiliki subtansi antara lain)
a) Benda yang diwakafan (mauquf biih).
b) Persyaratan nazhir (pengelola harta wakaf ) ada beberapa hal yang diatur dalam UU dan PP wakaf mengenai nazhir wakaf antara lain dalam bentuk badan hukum atau organisasi diharapkan dapat meningkatkan peran-peran kenazhiran untk mengelolah wakaf secara lebih baik. Persyaratan nazhir antara lain amanah, memiliki pengetahuan tentang wakaf , berpengalaman dibidang manajemen keuangan, kemampuan dan kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugas nazhir. Nazhir dapat menerima hak pengelolahan sebesar maksimal 10% dari hasil bersh pengelolaan dan pengembangan benda wakaf, agar nazhir wakaf tidak merasa hany sekedar dijadikan pekerjaan sambilan yang hany dijalani seadanya saja, tetapi benar-benar mau untuk menjalankan tugas-tugasnya sehingga meeka patut untuk diberi hak-hak yang pantas sebagaimana mereka kerja dalam dunia profesioanal.
c) Menekankan pentingnya pembentukkan sebuah lembaga wakaf nasional.
d) Menekankan pentingnya pemberdayaan harta wakaf yang menjadi ciri utama UU dan PP wakaf ini.
e) Catatan penting dalam UU dan PP ini adalah adanya ketentuan pidana dan sanksi administrasi. Ketentuan pidana yang dimaksud ditujukan kepada para pihak yang dengan sengaja menyalah gunakan benda wakaf dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp . 500.000.000,-. Sedangkan bagi pihak yang dengan sengaja mengubah peruntukan benda wakaf akan dipidana penjara palin lama 4 tahun atau pidan denda paling banyak Rp 400.000.000,-. Sedangkan sanksi administrasi akan dikenakan kepada lembaga keuangan syari’ah dan pejabat pembuat akta ikrar wakaf (PPAIW) yang melanggar dalam masalah pendaftaran benda wakaf.
Adapun kiat khusus untuk membangun citra atau image pengelola wakaf yang baik terkait dengan :
 Penampilan, tidak membohongi pelanggan (wakif), masyarakat penerima wakaf baik yang terkait dengan kuantitas ataupun kualitas.
 Pelayanan, kualitas pelayanan yang baik dengan tidak membuka peluang untuk menyakiti para konsumen ataupun para penerima wakaf.
 Persuasi, yaitu meyakinkan dengan tindakan yang santun dan ramah tanpa berbuat kasar atau mengucap kata sumpah yang terlalu berlebihan.
 Pemuasan, dengan bekerja secara rapih, profesional dan bertanggung jawab atas para konsumen atau para penerima wakaf akan menjadikan pengelola wakaf semakin bertambah sempurna.
Kesimpulan
Kalau ditinjau dari aspek ajarannya saja, wakaf merupakan sebuah potensi yang cukup besar untuk bisa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan zaman. Apalagi wakaf ini bagian dari ajaran muamalat yang memiliki jangkauan yang sangat luas, khususnya dalam pengembangan perekonomian lemah.
Memang kalau ditinjau dari kekuatan hukum yang dimiliki ajaran wakaf merupakan ajaran yang bersifat anjuran (sunnah), namun kekuatan yang dimiliki sesungguhnya begitu besar untuk tonggak menjalankan roda kesejahteraan masyarakat banyak, sehingga dengan demikian ajaran wakaf yang termasuk dalam wilayah ijtihadi, dengan sendirinya menjadi pendukung non- manajeral yang bisa dikembangkan pengelolaanya secara optimal

OBLIGASI

PENDAHULUAN
Obligasi menurut definisi konvensional adalah surat hutang yang dikeluarkan oleh perusahaan kepada investor dengan janji membayar bunga secara periodik selama periode tertentu serta membayar nilai nominalnya pada sa’at jatuh. Para investor akan mendapatkan return dalam bentuk suku bunga tertentu, yang besaranya sangat bervariasi dan sangat tergantung pada suasana bisnis emiten. Pemegang obligasi memiliki return tetap sesuai dengan kesepakatan serta nilai nominal pada saat jatuh tempo.
Berkaitan dengan itu, obligasi yang selama ini digunakan seperti yang diterangkan diatas mengandung unsur riba karena itu obligasi riba tersebut harus direkontruksi menjadi obligasi syariah. Instrumen investasi ini sangat efektif dan efesien dalam melakukan investasi karena itu stake holder menaruh perhatian hingga Dewan Syariah Nasional (DSN) mengeluarkan fatwa mengenai obligasi syariah. Legalitas ini sesunggunya juga merupakan tuntutan dari praktisi pebisnis muslim.
PENGERTIAN
Sebagaimana fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 32/DSN-MUI/IX/2002, obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Obligasi syariah bukan merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih merupakan penyerta dana yang didasarkan pada prinsip bagi hasil. Transaksinya bukan akad utang-piutang melainkan penyertaan. Obligasi sejenis ini lazim dinamakan muqaradhah bond, dimana muqaradhah merupakan nama lain dari mudharabah. Dalam bentuknya yang sederhana obligasi syariah diterbitkan oleh sebuah perusahaan atau emiten sebagai pengelola atau mudharib dan dibeli oleh investor atau shahib maa.
Dana yang terhimpun disalurkan untuk mengembangkan usaha lama atau pembangunan suatu unit baru yang benar-benar berbeda dari usaha lama. Bentuk alokasi dana yang khusus (specially dedicated) dalam syariah dikenal dengan istilah mudharabah muqayyadah. Atas penyertannya, investor berhak mendapatkan nisbah keuntungan tertentu yang dihitung secara proporsional dan dibayarkan secara periodik.http://hendrakholid.net/blog/ - _ftn1
Kenapa harus obligasi syariah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat dilihat dari beberapa perspektif:
1. perspektif pasar modal; dengan adanya obligasi syariah maka:
a) pengembangan pasar modal syariah secara lebih luas sebagai implikasi dari master plan pasar modal.
b) Pengembangan instrument-instrumen syariah dipasar modal baik pasar primer maupun skunder.
c) Bentuk pendanaan yang inovatif dan kompetitif sehingga semakin memperkaya pengembangan perodak yang ada dipasar modal.
d) Kebutuhan alternative instrument investasi berdasarkan syariah seiring berkembangnya institusi-institusi keuangan syariah.
1. perspektif emiten; dengan adanya obligasi syariah maka:
a) mengembangkan akses pendanaan untuk masuk kedalam institusi keuangan non konvesianal.
b) Memperoleh sumbsr pendanaan yang kompetitif.
c) Memperoleh struktur pendanaan yang inovatif dan menguntungkan.
d) Memberikan alternative investasi kepada masyarakat pasar.
Berdasarkan uraian diatas, maka sekali lagi bisa dinyatakan dari sisi pasar modal, penerbitan obligasi syariah muncul sehubungan dengan berkembangnya instusi-instusi keuangan syariah, seperti asuransi syariah, dana pension syariah, reksa dana syariah, yang membutuhkan alternative penempatan investasi. Menariknya, investor obligasi syariah tidak hanya berasal dari instusi-instusi syariah saja, tetapi juga berasal dari investor konvensional. Produk syariah dapat dinikmati dan dapat digunakan oleh siapapun, sesuai dengan falsafah syariah yang sudah seharusnya memberi manfaat kepada seluruh semesta alam. Investor konvensional akan tetap berpartisipasi dalam obligasi syariah, jika dipertimbangkan bias memberi keuntungan konpetitif, sesuai profil risikonya, dan juga likuid. Sementara obligasi konvensional, investor base-nya justru terbatas karena investor syariah tidak bisa ikut ambil bagian disitu. Bagi emiten, menerbitkan obligasi syariah berarti jga memanfaatkan peluang-peluang tertentu. Emiten dapat memperleh sumber pendanaan yang lebih luas, baik investor konvensional maupun investor syariah. Selain itu, srtuktur obligasi syariah yang inovatif juga memberi peluang untuk memperoleh biaya modal yang kompetitif dan menguntungkan.
Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak adanya konvergensi berpendapat bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-instrumen yang mempunyai komponen bunga ini keluar dari daftar investasi halal. Karena itu, dimunculkan alternative yang dinamakan obligasi syariah.
Jenis-jenis obligasihttp://hendrakholid.net/blog/ - _ftn2
 Obligasi mudharabah
Dalam Fatwa No.33/DSN-MUI/X/2002 (lampiran 7) tentang obligasi syariah mudharabah, dinyatakan antara lain bahwa:
a. Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah merupakan bagi hasil, margin atau fee serta membayar dana obligasi pada saat obligasi jatuh tempo.
b. Obligasi syariah mudhorobah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudhorobah dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI no.7 tentang pembiayaan mudhorobah.
c. Obligasi mudhorobah emiten sebagai mudharib (pengelola modal), sedangkan pemegang obligasi syariah sebagai sahibul mall (pemodal).
d. Jenis usaha emiten tidak boleh bertebtangan dengan prinsip syariah.
e. Nisbah keuntungan dinyatakan dalam akad.
f. Apabila emiten lalai atau melanggar perjanjian, emiten wajib menjamin pengmbilan dana dan pemodal dapat meminta emiten membuat surat pengakuan hutang.
g. Kepemilikan obligasi syariah dapat dipindah tangankan selama disepakati dalam akad.
 Obligasi syariah ijarah
Fatwa DSN No.41/DSN-MUI/III/2004 menyatakan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Struktur Obligasi Syariahhttp://hendrakholid.net/blog/ - _ftn3
Obligasi syariah sebagai bentuk pendanaan (financing) dan sekaligus investasi (investment) memungkinkan beberapa bentuk struktur yang dapat ditawarkan untuk tetap menghindar dari riba. Berdasarkan dari pengertian tersebut, obligasi syariah dapat memberikan:
1. Bagi hasil berdasarkan akad Mudhorobah, moqorodhoh, Qiradh atau Musyarakah. Karena akad mudhorobah atau musyarakah adalah kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan, obligasi seperti ini akan memberikan return dengan menggunakan term indicative/expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagi hasilkan.
2. Margin/fee berdasarkan akad murabahah atau salam atau istishna atau ijarahsebagai bentuk jual beli dengan skema cost plus basis, obligasi jenis ini akan memberikan faxid return.
Dalam investasi pada pasar modal syariah obligasi sering dinamakan dengan sukuk. Sementara sukuk adalah kekayaan pendukung, pendapatan yang stabil, dapat diperdagangkan dan sertifikat kepercayaan yang sesuai dengan syariah. Pihak yang mengeluarkan sukuk dapat berasal dari institusi pemerintah, perusahaan swasta, lembaga keuangan maupun otoritas moneter
Secara etimologi sukuk berasal dari bahasa arab yaitu ( الصك - ج - صكوك ) yang memiliki arti “dokumen”, piagam atau akte. Secara terminology sukuk merupakan sertifikat dengan nilai yang sama yang mewakili bagian kepemilikan yang sepenuhnya terhadap asset yang tangible, manfa’at dan jasa; kepemilikan dari asset suatu proyek aktivitas investasi.
Pada prisipnya sukuk dan obligasi syariah merupakan surat berharga sebagai instrument investasi yang diterbitkan berdasarkan suatu transaksi atau aqad syariah yang melandasinya. Namun demikian dari definisi obligasi terkesan Dewan Syariah Nasional menyamakan antara obligasi dengan sukuk. Padahal obligasi sebenarnya adalah surat hutang; sebelum disyariahkan, sementara sukuk adalah sertifikat kepemilikan sebagian atau lebih terhadap suatu asset usaha.
Dalam istilah penggunaan dana-dana yang dimobilisasi oleh institusi keuangan, berikut ini merupakan kategori dari sukuk: sukuk mudharabah, sukuk musyarakah, sukuk ijarah, sukuk salam, sukuk istisna’ dan sukuk murabahah.http://hendrakholid.net/blog/ - _ftn4
a. Sukuk mudharabah. Sertifikat yang mewakili proyek atau kegiatan yang dikelola berdasarkan prinsip mudarabah dengan menunjuk partner atau pihak lain sebagai mudarib untuk manajemen bisnis.
b. Sukuk musyarakah. Sertifikat kepemilikan yang permanen, yang dimilki oleh sebuah perusahaan maupun unit bisnis dengan pengawasan dari pihak managemen.
c. Sukuk ijarah. Sekuritas yang mewakili kepemilikan asset yang keberadaanya jelas dan diketahui, yang melekat pada suatu kontrak sewa beli (lease), sewa dimana pembayaranan return pada pemegang sukuk.
d. Sukuk istisna’. Kepemilikan penuh dari bagian yang dibangun segera dipindahkan kepada pembeli dengan harga jual yang ditunda yang secara normal tidak hanya menutupi biaya pembangunan tetapi juga keuntungan yang dapat disahkan, termasuk hal-hal yang lain, biaya pengikatan dana untuk jangka waktu periode pembayaran kembali.
e. Sukuk salam. Sertifikat lunas pemayaran komoditi ini tidak dapat diperdagangkan.
f. Sukuk murabahah. Surat berharga yang mewakili obligasi moneter, yang dikeluarkan untuk transksi penjualan kredit oleh bank, tidak dapat menciptakn instrument yang dapat diperjualbelikan.
g. Sukuk poirtofolio gabungan. Bank dapat membuat sekuritas gabungan dari kontrak musyarakah, ijarah dan beberapa murabahah, salam, istisna’, dan ju’alah (kontrak untuyk melaksanakan tugas tertentu dengan menetapkan pembayaran pada periode tertentu).
Hampir tidak ada perbedaan antara Obligasi dengan sukuk, kedua-duanya memakai aqad dalam fiqh seperti mudharabah, musyarakah, murabahah, istisna’ dan ijarah. Namun sukuk merupakan karakter aslinya sebagai sertifikat yang diperdagangkan sementara obligasi memakai sandaran aqad seperti di atas setelah dire-struktusasi dari obligasi konvensional sebagai surat hutang. Penyandaran ini sah-sah saja dilakukan untuk menghindari yang haram, akan tetapi kenapa masih harus memakai obligasi padahal untuk instrument yang seperti obligasi syariah itu juga tersedia dalam islam, kenapa tidak secara tegas mengantinya dengan sukuk yang sudah jelas turunanya dari Islam.
Perbedaan Obligasi Syariah dan Konvensional
Keterangan Obligasi Syariah Obligasi konvensional
Harga Penawaran 100% 100%
Jatuh tempo 5 tahun
Pokok Obligasi Saat jatuh Tempo 100% 100%
Pendapatan Bagi hasil Bunga
Return 15.5-16% indikatif 15,5-16 tetap
Rating AA+ AA+

Dalam harga penawaran, jatuh tempo, pokok obligasi saat jatuh tempo, dan rating antara obligasi syariah dan konvensional tidak ada bedanya. Perbedaan terdapat pada pendapatan dan return. Perbedaan kedua obligasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Namun Dalam obligasi syariah lebih kompetitif dibanding obligasi konvensional, sebab :
1) Kemungkinan perolehan dari bagi hasil pendapatan lebih tinggi daripada obligasi konvensional yang berbasis bunga.
2) Obligasi syariah aman karna untuk membiayai proyek prospektif.
3) Bila menggalami kerugian (diluar kontrol), investor tetap memperoleh aktiva.
4) Terobosan paradigma, bukan lagi surat utang, tetapi surat investasi.http://hendrakholid.net/blog/ - _ftn5
Problemetika dalam prespektif Islam
Obligasi dalam definisi konvensional adalah surat hutang, maka meskipun telah direstrukturisasi seperti yang telah diterangkan di atas namun tetap ia merupakan dasarnya adalah surat hutang. Maka kami tidak hendak mengatakan bahwa obligasi syariah - yang telah menghilangkan riba dan konsekwensi lain yang menyebabkan ia haram lewat rekontruksisasi itu masih haram. Akan tetapi hanya ingin menerangkan bahwa sesungguhnya pemakaian obligasi syariah suatu hal yang gegabah karena kita memiliki instrumen lain yang murni, tidak perlu “disamak” seperti obligasi apalagi direkontruksirisasi. Sukuk ini merupakan sertifikat kepemilikan terhadap sebagian aset dalam suatu usaha. Kepemilikan ini dapat disandarkan dengan aqad mudharabah, musyarakah, ijarah, istisna’ dan sebagainya. Sukuk sudah jelas tidak ada yang perlu dipertentangkan. Lantas, obligasi yang dasar-dasarnya adalah surat hutang bagaimana mau dijelaskan ketika mengadopsi “sembarang” dan menyandarkan kebolehanya menurut syariah kepada aqad-aqad yang terkesan dipaksakan, hanya aqad murabahah yang memungkinkan untuk digunakan. Bagaimana hutang itu digabung dengan syarat-syarat lain seperti pembangian hasil atau penerimaan fee. Bukankah hutang memiliki aturan “main”nya sendiri seperti qadh yang tidak memungut apapun. Bahwa hukum berhutang itu mubah dan juga bisa sunat tergantung situasi sedangkan membayarnya adalah wajib. Wajib bagi yang mampu membayar. Sebagaimana dalam hadist Abi Hurairah:
عن ابى هريرة رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مطلق الغنىِّ ظُلْمٌ وإذ أتبع أحدكم على مالىءٍ فليتبع (متفق عليه)
“Penunda-nundaan pembayaran hutang oleh orang yang mampu adalah suatu kedhaliman” (Imam Bukhari: 1987: no, 2270). Dalam hadist yang lain diterangkan bahwa “Pengemplangan oleh orang berada menghalalkan pencercaan nama baiknya dan pengenaan hukuman” (Imam Bukhari: 1987: no, 2271). Bagi debitur yang belum mampu membayar tidak bisa dipaksakan dengan cara apapun apa lagi menjatuhkan denda seperti tambahan biaya, hal ini jelas-jelas riba. Bagi kreditur dianjurkan untuk berlapang dan bersabar sehingga kreditur mampu membayarnya. Demikian dijelaskan dalam al-Qur’an, hadist dan fiqh. Dari hadist di atas dapat dijelaskan bahwa bagi debitur yang mengemplang dapat dijatuhkan denda seperti Iqab (hukuman) kurungan dapat dijatuhkan kepada debitur ini. Pendapat ini tidak diperselisihkan.
Tantangan obligasi syariah
Obligasi syariah dinilai prospektif, tetapi menghadapi tantangan yang tidak sedikit. Harus diakui bahwa masyarakat kita belum begitu terbiasa dengan system bagi hasil maupun system syariah lainnya, padahal, potensi investor obligasi syariah dari ritel golongan terbesar. Hal ini dimungkinkan karena denominasi obligasi syariah yang diterbitkan bisa senilai Rp 10 juta. Sekaligus menjadi edukasi bagi masyarakat untuk memulai berinvestasi dalam jangka yang lebih panjang, alih-alih hanya dideposito yang berjangka pendek.
Tantangan berikut menyangkut opportunity cost yang secara sederhana ditejermahkan sebagai “second best choice”. Langsung atau tidak langsung ada perbandingan atas pilihan yang ada karena investor base obligasi syariah secara potensial sangat luas, mau tidak mau, obligasi yang berdasarkan system bagi hasil ini akan menghadapi ini.
Ilustrasinya, ketika obligasi syariah mudhorobah ditawarkan, emiten membandingkannya dengan suku bunga pinjaman sementara investor (investor-investor konvensional). Karena system bagihasil ini tidak menawarkan “fixed-predetermined return”, hasilnya bisa berflukturasi.
Misalnya suatu saat, obligasi syariah ini memberikan tingkat kupon 20%, investor akan senang, tetapi sepertinya emiten akan merasa kemahalan karena membandingkan dengan pinjaman bank atau obligasi konvensional dengan bunga kupon lebih murah.
Disaat lain, obligasi syariah memberi kupon hanya 12%, maka investor akan senang, tetapi investor akan membandingkannya dengan seterfikat bank Indonesia (SBI), obligasi pemerintah, atau obligasi konvensional lainnya, memang opportunity cost, dan penurunan kinerja pendapat ini menjadi salah satu risiko bagi investor syariah.
Padahal, risiko investor di obligasi syariah sebetulnya mirip saja dengan invertor obligasi dengan bunga mengambang. Bedanya adalah, struktur syariah ini sesungguhnya lebih menawarkan keadilan.
Tantangan lain menyangkut perdagangan obligasi syariah dipasar skunder yang mengemuka kepentingannnya karena tujuan likuiditas (as-suyulah). Hampir semua Islamic bonds dibeli untuk investasi jangka panjang, sampai jatuh tempo. Lebih banyaknya investor yang buy and hold memang akan membuat pasar sekundernya kurang likuid.
Suksesnya sebush pasar dan instrumen keuangan, baik syariah maupun yang lainnya, akan tergantung pada factor kepercayaan atas system dan proses, keragaman dan kualitas produk, serta keyakinan investor dan emiten untuk menggunakan produk keuangan tersebut.
Dengan kondisi yang telah diuraikan diatas, masa depan obligasi syariah masih dapat dipandang prospektif sejalan dengan perkembangan lembaga keuangan syariah lainnya.
Aplikasi umum obligasi berbasis syariah:
Obligasi syariah pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan oblogasi konvensional, untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar dibawah ini:

basyarnas

A. PENGERTIAN ARBITRASE

Istilah arbitrase berasal dari Bahasa Belanda: “arbitrate” dan Bahasa Inggris: arbitration, dalam Bahasa Latin: arbitrare, yang berarti penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk dan mentaati keputusan yang diberikan oleh hakim atau para hakim yang mereka pilih atau tunjuk tersebut. Dengan demikian arbitrase merupakan suatu peradilan perdamain, dimana para pihak yang bersengketa atau berselisih menghendaki perselisihan mereka tentang hak-hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya, diperiksa dan diadili oleh hakim yang adil yaitu tidak memihak kepada salah satu pihak yang berselisih tersebut. Keputusan yang telah diambil mengikat bagi kedua belah pihak. Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, bahwa yang dimaksud dengan arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak1 yang bersengketa. Ada beberapa alasan para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan tidak menggunakan peradilan umum, antara lain: 1. Kepercayaan dan keamanan bagi pihak yang berselisih. Arbitrase memberikan kebebasan dan otonomi yang sangat luas bagi pihak yang akan menyelesaikan persengketaan yang terjadi diantara mereka. Mereka dapat menentukan arbiter yang mereka inginkan atau menyerahkan sepenuhnya kepada lembaga arbitrase yang akan memilih arbiter bagi mereka. Disamping itu melalui arbitrase relatif lebih aman terhadap keadaan yang tidak menentu dan ketidakpastian sehubungan dengan sistem hukum yang berbeda. 2. Keahlian (expertise) dari para arbiter. Para pihak mempunyai kepercayaan yang besar kepada para arbiter mengenai perkara yang akan diselesaikan. Mereka juga dapat menunjuk arbiter yang memiliki keahlian tertentu untuk membantu menyelesaikan persengketaan mereka, sedangkan dalam pengadilan umum, hal ini tidak bisa dilakukan mereka. 3. Arbitrase bersifat rahasia. Arbitrase bersifat tertutup dan rahasia, karena ia hanya menyangkut pribadi dan tidak bersifat umum. Tujuannya adalah untuk melindungi para pihak dari hal-hal yang tidak diinginkan misalnya dengan penyebarnya rahasia bisnis para pihak yang bersengketa kepada masyarakat umum. 4. Non-preseden. Keputusan arbitrase tidak memiliki nilai yang berpengaruh penting dalam pengambilan keputusan arbitrase lainnya atau bersifat Non-preseden. Dengan demikian keputusan arbitrase bisa saja berbeda antara satu dengan lainnya walaupun perkara yang diselesaikan serupa atau memiliki kesamaan. 5. Kearifan dan kepekaan arbiter. Kearifan dan kepekaan arbiter terhadap aturan yang akan diterapkan inilah yang menjadi motivasi para pihak yang bersengketa meminta penyelesaian sengketanya melalui arbitrase. 6. Keputusan arbitrase lebih mudah dilaksanakan daripada peradilan. 7. Cepat dan hemat biaya penyelesaian. Arbitrase lebih cepat dan lebih ringan biayanya dibandingkan pengadilan umum yang akan menyelesaian persengketaan yang terjadi antara para pihak. Melalui arbitrase tidak ada kemungkinan kasasi terhadap keputusan arbitrase, karena keputusannya final dan binding.

B. PERANAN BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan secara tidak langsung telah membawa era baru dalam sejarah perkembangan hukum ekonomi di Indonesia. Pada dasarnya hukum Islam di Indonesia hanya meliputi hukum keluarga, hukum waris, zakat dan waqaf serta beberapa aturan tentang perbankan dan asuransi syariah di Indonesia. Dengan keluarnya Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, maka telah memberi kesempatan dan peranan hukum Islam dalam dunia ekonomi (bisnis). Dari sinilah melahirkan kesempatan untuk mendirikan BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indonesia). Badan ini kemudian diubah menjadi Basyarnas (Badan Arbitrasi Syariah Nasional). BAMUI didirikan di Indonesia pada tanggal 21 Oktober 1993 yang diprakarsai oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia). Badan ini didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia. BAMUI bertujuan untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang berhubungan dengan muamalat misalnya hubungan perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain-lain antara lembaga-lembaga keuangan syariah dan masyarakat yang berhubungan dengan lembaga tersebut.2 Penyelesaian sengketa ini senantiasa merujuk kepada aturan syariat Islam. Berdirinya BAMUI di Indonesia diharapkan sebagai dukungan dan partisipasi konkrit umat Islam terhadap upaya pemerintah Republik Indonesia dalam mewujudkan keadilan, ketentraman dan kedamaian di kalangan umat Islam. Skop wewenang dari lembaga ini adalah meliputi semua lembaga keuangan syariah yang bersifat profit misalnya bank syariah, asuransi syariah, dan lain-lain. Dasar hukum berdirinya BAMUI di Indonesia adalah pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: 1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Disamping itu, pasal II aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 memberikan peluang kepada BAMUI juga mesti mengikuti aturan hukum dan perUndang-Undangan tentang arbitrase di Indonesia. Berdasarkan inilah maka pasal 377 HIR dan Pasal 705 RBG masih boleh dijalankan di Indonesia. Dalam pasal tersebut disebutkan kemungkinan penyelesaian sengketa melalui arbitrase asal dikehendaki atau disepakati oleh para pihak yang bersengketa. Dalam hal ini lembaga arbitrase berwenang menetapkan suatu keputusan hukum atas masalah yang dipersengketakan dengan cara tahkim. Selanjutnya pasal 3 Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang peradilan di Indonesia telah memberi kemungkinan prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan rule atau prosedur acara dalam arbitrase di Indonesia mengikuti aturan hukum yang dilaksanakan di Indonesia. Secara garis besar ada dua aturan yang boleh diikuti yaitu 1) aturan yang terdapat pada buku ketiga Rv berdasarkan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 jo. Pasal 377 HIR. 2) Aturan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5/1968 Pemerintah Republik Indonesia yang merafikasi ICID dan dengan Keputusan Presiden No. 34/1981 merafikasi New York Convention 1958. Oleh sebab itu status hukum lembaga BAMUI menjadi lebih jelas apabila merujuk kepada Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan di Indonesia. Karena dalam Undang-Undang perbankan sebelumnya yaitu Undang-Undang No. 14 tahun 1967 belum menjelaskan tentang sistem bagi hasil atau sistem syariah secara lebih luas. Selanjutnya pada tahun 2004, berdasarkan hasil pertemuan Majelis Ulama Indonesia dan pengurus BAMUI, maka ditetapkan bahwa BAMUI diganti namanya menjadi BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional/Basyarnas). Hal ini berdasarkan pertimbangan agar Lembaga arbitrase syariah tidak secara spesifik menyebutkan kata “muamalat” karena ada salah satu lembaga keuangan syariah yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI). Dengan demikian lembaga tersebut akan lebih bersifat umum dan netral serta tidak terkesan merupakan lembaga yang memihak kepada suatu bank. Kedudukan BAMUI ditinjau dari segi hukum Indonesia menjadi lebih kuat berdasarkan keberadaan BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) yang mendapat pengakuan dari Menteri Kehakiman, Menteri Negara Ekuin, Bappenas, dan Presiden Republik Indonesia. Dengan demikian masyarakat diberi kesempatan untuk menerapkan prosedur acara dalam arbitrase dengan mempergunakan aturan Rv atau rule lainnya. Oleh sebab itu kehadiran BAMUI sah secara hukum di Indonesia karena ia dapat dijadikan sebagai pilihan arbitrase tribunal dalam menyelesaikan sengketa oleh siapa saja di Indonesia. Dengan berdirinya BASYARNAS di Indonesia terdapat 2 lembaga arbitrase yaitu BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) yang berwenang menyelesaikan semua masalah civil di Indonesia, dan BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional) yang berwenang menyelesaikan semua permasalahan muamalat Islam secara tahkim menurut syariat Islam. Walaupun sampai sekarang masih sangat sedikit kasus civil yang berhubungan dengan masalah muamalah Islam yang diselesaikan oleh BASYARNAS, bukan berarti ia belum melaksanakan fungsinya dengan sebaik-baiknya, tetapi karena permasalahan yang terjadi di lembaga-lembaga keuangan Islam sampai saat ini masih boleh diselesaikan secara kekeluargaan, sehingga tidak perlu sampai mengadukan perkaranya ke BASYARNAS. Disamping itu lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia mulai bermuculan banyak setelah dikeluarkan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Dengan demikian lembaga-lembaga perbankan syariah yang wujud akhir-akhir ini di Indonesia masih relatif baru berkembang. Kedudukan hukum Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) semakin kuat setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa. Undang-Undang menjelaskan tentang prosedur berperkara melalui arbitrase. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang diprakarsai oleh Kamar Dagang Indonesia (KADIN)3 dan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempunyai kedudukan yang sama dalam menyelesaikan sengketa melalui arbitrase. Perbedaannya dari segi object penyelesaian sengketa, bila menyangkut dengan perkarata civil syariah, maka ini boleh diselesaikan oleh Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).

C. PENGEMBANGAN BASYARNAS DI INDONESIA Penyelesaian sengketan melalui arbitrase (tahkim) yaitu dengan menyerahkan perkara yang diperselisihkan kepada hakam atau arbiter merupakan hal yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia maupun dunia Internasional. Sejak dahulu masyarakat biasa menyerahkan perkara mereka kepada kiyai/ulama/cerdik pandai/tokoh adat dan lain-lain untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara anggota masyarakat. Dengan demikian penyelesaian secara arbitrase merupakan budaya yang telah lama tumbuh di nusantara ini. BAMUI (Badan Arbitrase Mu’amalah Indonesia) didirikan dalam rangka menyelesaikan perkara-perkara perdata yang timbul antara lembaga-lembaga keuangan syariah baik bank maupun lembaga keuangan syariah lainnya yaitu persengketaan yang timbul antara lembaga keuangan syariah dan atau antara nasabah atau anggota dengan lembaga keuangan. BAMUI semula didirikan dalam bentuk Yayasan yang didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Selanjutnya dalam rekomendasi Rapat Kerja Nasional MUI tanggal 23-26 Desember 2002 ditegaskan bahwa BAMUI adalah lembaga hakam (arbitrase syariah) satu-satunya di Indonesia dan merupakan perangkat organisasi MUI. Kemudian berdasarkan hasil pertemuan antara Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia dan Pengurus BAMUI tanggal 26 Agustus 2003, serta memperhatikan surat Pengurus Badan Arbitrase Muamalat Indonesia No. 82/BAMUI/07/X/2003, tanggal. 07 Oktober 2003, maka MUI dengan SK nya No. Kep-09/MUI/XII/2003, tanggal 30 Syawwal 1424 / 24 Desember 2003, menetapkan bahwa: 1. Mengubah nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). 2. Mengubah bentuk badan hukum BAMUI dari Yayasan menjadi badan yang berada di bawah MUI, dan merupakan perangkat organisasi MUI. 3. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai lembaga hakam, BASYARNAS bersifat otonom dan independen. 4. Mengangkat Pengurus BASYARNAS dengan susunan pengurus yang baru. Adapun domisili BASYARNAS seperti yang disebutkan diatas adalah berkedudukan di Jakarta-Ibu kota negara Republik Indonesia. BASYARNAS merupakan badan arbitrase syariah satu-satunya di Indonesia. Untuk pengembangan BASYARNAS pada masa yang akan datang, maka apabila dipandang perlu dapat dibentuk cabang atau perwakilan BASYARNAS ditingkat propinsi. Pembentukan BASYARNAS ditingkat propinsi dilakukan atas usuan dari MUI setempat.

D. PROSEDUR BERPERKARA MELALUI BASYARNAS

Mengenai prosedur berperkara di BASYARNAS telah diatur dengan sistematis sejak masih didirikan BAMUI. Secara garis besar aturan tersebut dituangkan dalam peraturan prosedur Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang diberlakukan sejak 21 Oktober 1993. Beberapa tambahan yang terjadi setelah hanya bersifat tehnis untuk menyempurnakan aturan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sepanjang aturan tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Adapun prosedur penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS dimulai dengan penyerahan secara tertulis oleh para pihak yang sepakat untuk menyesaikan persengketaan melalui BASYARNAS sesuai dengan peraturan prosedur yang berlaku. Pihak yang bersengketa sepakat akan menyelesaikan persengketaan mereka dengan ishlah (perdamaian) tanpa ada suatu persengketaan berkenaan dengan perjanjian atas pemintaan para pihak tersebut. Kesepakatan ini dicantumkan dalam klausula arbitrase.

à Prosedur Administrasi Prosedur arbitrase dimulai dengan didaftarkannya surat permohonan para pihak yang bersengketa oleh sekretaris BASYARNAS. Berkas permohonan tersebut mesti mencantumkan alamat kantor atau tempat tinggal terakhir atau kantor dagang yang dinyatakan dengan tegas dalam klausula arbitrase. Berkas permohonan itu berisikan nama lengkap, tempat tinggal atau tempat kedudukan kedua belah pihak atau para pihak. Berkas juga memuat uraian singkat tentang duduknya sengketa dan juga apa yang dituntut. Pada dasarnya pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.4 Dengan adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis, maka perjanjian itu meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri. Dalam hal ini, pengadilan negeri menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang.5 Surat perjanjian tertulis bahwa para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS, hendaklah ditandatangani oleh para pihak, dimana di dalam perjanjian tersebut disebutkan bahwa para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase syariah. Perjanjian itu harus dibuat dalam bentuk akta notaris. Para pihak boleh mengajukan tuntutan ingkar jika terdapat cukup bukti otentik yang menimbulkan keraguan bahwa arbiter yang ditunjuk akan melakukan tugasnya tidak secara bebas dan akan berpihak dalam mengambil keputusan. Usaha penyelesaian sengketa melalu mediator (arbiter) hendaklah memegang teguh kerahasiaan, dan dalam waktu paling lama 30 hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.6 Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran.Terhadap keputusan arbitrase, para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut: a. surat dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu; b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau c. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang diakui oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.7 Permohonan pembatalan tersebut harus diajukan secara tertulis ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri, dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri. Jika permohonan pembatalan tersebut dikabulkan, maka Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 hari sejak permohonan pembatalan diajukan, menjatuhkan putusan pembatalan. Dalam hal ini, para pihak dapat mengajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung yang memutuskan dalam tingkat pertama dan terakhir. Mahkamah Agung juga hanya diberi waktu maksimal 30 hari untuk memutuskan permohonan banding tersebut. Mengenai biaya arbitrase ditentukan sendiri oleh arbiter, yang meliputi honorarium arbiter, biaya perjalanan dan biaya lain-lain yang dikeluarkan arbiter, biaya saksi dan atau saksi ahli yang diperlukan dalam pemeriksaan, dan biaya administrasi. Bahasa yang digunakan dalam proses arbitrase adalah bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih bahasa lain yang digunakan. Selanjutnya pada pihak atau kuasanya mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam mengemukakan pendapat masing-masing.

à Penentuan Arbiter (hakam) dan Keputusannya

Persyaratan untuk menjadi arbiter, termasuk dalam hal ini arbiter syariah di BASYARNAS adalah a. cakap melakukan tindakan hukum; b. berumur paling rendah 35 tahun; c. tidak punya hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa; d. tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase; e. memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun.8 f. bukan jaksa, hakim panitera dan pejabat peradilan lainnya. Dalam hal para pihak tidak dapat memilih arbiter, maka Ketua Pengadilan Negeri atau Majelis arbitrase dapat menunjuk arbiter. Selanjutnya, arbiter atau majelis arbitrase dapat memerintahkan agar setiap dokumen atau bukti disertai dengan terjemahan ke dalam bahasa yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase. Arbiter atau majelis arbitrase dapat mendengar keterangan saksi atau mengadakan pertemuan yang dianggap perlu pada tempat tertentu di luar tempat arbitrase diadakan. Pemeriksaan saksi-saksi dan para saksi ahli di hadapan arbiter atau majelis arbitrase, diselenggarakan menurut ketentuan dalam hukum acara perdata. Para pihak menghadap arbiter pada hari yang telah ditentukan, dalam hal ini arbiter atau majelis arbitrase terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara para pihak yang bersengketa. Jika terwujud perdamaian, maka arbiter atau majelis arbitrase membuat suatu akta perdamaian yang final dan mengikat para pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian tersebut. Pemeriksaan terhadap pokok sengketa dilanjutkan apabila usaha perdamaian tidak berhasil. Selanjutnya para pihak diberi kesempatan terakhir kali untuk menjelaskan secara tertulis pendirian masing-masing serta mengajukan bukti yang dianggap perlu untuk menguatkan pendiriannya dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase. Jika diperlukan dapat dimintakan penjelasan tambahan dari para pihak secara tertulis, dokumen atau bukti lainnya yang dianggap perlu dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase. Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk. Jika diperlukan, maka jangka waktu ini dapat diperpanjang. Mengenai biaya pemanggilan dan perjalanan saksi atau saksi ahli dibebankan kepada pihak yang meminta. Apabila pemeriksaan sengketa telah selesai, pemeriksaan segera ditutup dan ditetapkan hari sidang untuk mengucapkan putusan arbitrase. Putusan diucapkan dalam waktu paling lama 30 hari setelah pemeriksaan ditutup. Selanjutnya dalam waktu 14 hari9 setelah putusan diterima, para pihak dapat mengajukan kepada arbiter atau majelis arbitrase untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administratif dan atau menambah atau mengurangi sesuatu tuntutan putusan.

E. KESIMPULAN

Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) merupakan badan yang dapat menyelesaikan sengketa perdata / muamalat Islam dengan memutuskan suatu keputusan hukum atas masalah yang dipersengketakan dengan cara tahkim. Namun demikian BASYARNAS tidak menutup diri untuk menyelesaikan perkara perdata lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Keputusan yang telah ditetapkan oleh BASYARNAS terhadap perkara yang diajukan kepadanya bersifat binding (mengitat) dan final (tidak ada banding atau kasasi). Namun demikian pembatalan keputusan arbitrase dapat dilakukan sesuai dengan Undang-Undang No, 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Penetapan syarat-syarat arbiter dan penyelesaian sengketa perdata / muamalah Islam melalui BASYARNAS dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja lembaga tersebut pada masa yang akan datang. Disamping itu untuk meningkatkan profesionalasme, kerahasiaan para pihak yang bersengketa, kearifan dan kepekaan aribter, dan kecepatan serta efesiensi biaya bagi penyelesaian sengketa. Diharapkan BASYARNAS dapat dirasakan peranannya bagi masyarakat Indonesia dalam menyelesaikan berbagai sengketa muamalah Islam, maupun perkara perdata lainnya dengan jalan damai (ishlah) dan tetap terjalinnya ukhuwah antara para pihak yang bersengketa.